Pesan Snack Box murah untuk berbagai acara

Pesan Snack Box murah untuk berbagai acara
Harga mulai 5rb an. Gratis ongkir DKI Jakarta

The Host - Bab 5

Tak Terhibur

"Halo, Wanderer! Silakan duduk dan anggaplah seperti rumahmu sendiri!"
Aku bimbang di ambang pintu kanto Penghibur, satu kaki di dalam, satu lagi di luar.

Ia tersenyum, hanya gerakan kecil di sudut bibir. Kini jauh lebih mudah bagiku membaca ekspresi wajah; sentakan dan geseran kecil otot sudah kukenal akibat pengalaman berbulan-bulan. Aku bisa melihat Penghibur menganggap keenggananku sedikit menggelikan. Aku juga bisa merasakan perasaan frustasinya karena aku masih enggan datang kepadanya.

Dengan desah pelan kepasrahan, aku berjalan memasuki ruangan kecil berwarna cerah itu dan duduk di tempatku yang biasa--kursi merah empuk terjauh dari tempat duduknya.

Bibir Penghibur mengerut.
Untuk menghindari pandangannya kutatap jendela yang terbuka, kupandangi awan-awan yang bergegas melintasi matahari. Bau asin samar-samar air laut tertiup pelan ke dalam ruangan.

"Wah, Wanderer, sudah agak lama kau tidak datang berkunjung."

Kutatap matanya dengan perasaan bersalah. "Sebenarnya aku meninggalkan satu pesan soal janji temu terakhir itu. Aku sedang menangani seorang mahasiswa yang menyita sebagian waktuku..."

"Ya, aku tahu." Ia kembali tersenyum kecil. "Pesanmu kuterima."

Sebagai perempuan berumur, Penghibur tampak menarik untuk ukuran manusia. Ia membiarkan rambutnya tetap kelabu alami. Rambutnya lembut, warnanya cenderung putih daripada keperakan, dan ia memanjangkannya, mengikatnya membentuk ekor kuda longgar. Matanya berwarna hijau menarik yang belum pernah kujumpai pada siapa pun.

"Maaf," kataku, karena kelihatannya ia menunggu jawaban.
"Tidak apa-apa. Aku mengerti. Sulit bagimu untuk datang kemari. Kau sangat berharap tak perlu datang. Kau belum pernah perlu melakukannya. Ini menakutkanmu."

Aku menunduk menatap lantai kayu. "Ya, Penghibur."
"Rasanya aku sudah memintamu untuk memanggilku Kathy."
"Ya... Kathy."

Ia tertawa kecil. "Kau belum nyaman dengan nama-nama manusia, bukan?"
"Ya. Sejujurnya, tampaknya itu... seperti menyerah."

Aku mendongak dan melihatnya mengangguk pelan. "Well, aku bisa mengerti mengapa kau, terutama, akan merasa seperti itu."
Aku menelan ludah keras-keras ketika ia mengatakan hal itu, dan kembali menatap lantai.
"Ayo, bicara sebentar mengenai hal yang lebih mudah," saran Kathy. "Kau tetap menikmati Panggilan-mu?"
"Ya." Ini memang lebih mudah. "Aku sudah memulai semester baru. Aku bertanya-tanya apakah bakal membosankan mengulangi materi yang sama. Tapi sejauh ini hal itu tidak terjadi. Punya telinga baru membuat cerita - cerita itu jadi baru kembali."

"Aku mendengar hal-hal baik tentangmu dari Curt. Katanya kelasmu salah satu yang paling diminati di universitas."
Pipiku sedikit menghangat mendengar pujian ini. "Senang mendengarnya. Bagaimana kabar pasanganmu?"
"Curt baik-baik saja. Terima kasih. Inang kami berada dalam kondisi prima untuk usia mereka. Kurasa kami masih akan hidup lama."

Aku penasaran, apakah Penghibur akan tetap tinggal di dunia ini, apakah ia akan pindah ke inang manusia lain ketika saatnya tiba, atau apakah ia akan pergi. Tapi aku tidak ingin melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bisa membawa kami ke area-area pembahasan yang lebih sulit.

"Aku suka mengajar," kataku. "Itu sedikit berhubungan dengan Panggilan-ku ketika menjadi See Weed, sehingga lebih memudahkan daripada pekerjaan yang tak kukenal. Aku berutang budi pada Curt karena telah menawariku pekerjaan."
"Mereka beruntung mendapatkanmu." Kathy tersenyum hangat.
"Tahukah kau, betapa langkanya kehadiran seorang Profesor Sejarah yang pernah hidup di dua planet di dalam kurikulum itu? Tapi kau pernah tinggal selama satu masa di dalam hampir semua planet. Juga The Origin! Tak ada sekolah di planet ini yang tidak ingin menculikmu dari kita. Curt merencanakan banyak hal agar kau tetap sibuk sehingga tidak punya waktu untuk memikirkan pindah.

"Profesor Kehormatan," ujarku membetulkan.
Kathy tersenyum, lalu menghela napas panjang. Senyumnya lenyap. "Kau sudah lama tidak menjumpaiku. Aku bertanya-tanya, apakah semua masalahmu sudah terpecahkan sendiri. Tapi kamudian terpikir olehku, mungkin alasan ketidakhadiranmu adalah karena masalah-masalah itu semakin buruk."

Aku menunduk menatap kedua tanganku dan diam saja.
Tanganku berwarna cokelat muda--dan warna itu tak pernah memudar, tak peduli aku menghabiskan waktu di bawah matahari atau tidak. Satu bintik gelap menodai kulitku persis di atas pergelangan tangan kiri. Kuku-kukuku dipotong pendek. Aku tak suka berkuku panjang. "Tidak menyenangkan jika tak sengaja menggores kulit. Lagi pula jemariku sangat pangjang dan kurus--tambahan kuku panjang membuatnya kelihatan aneh. Bahkan untuk ukuran manusia.

Setelah satu menit Kathy berdehem, "Kurasa intuisiku benar."
"Kathy." Kusebut namanya perlahan-lahan. Mengulur waktu.
"Mengapa kau mempertahankan nama manusiamu? Apakah itu membuatmu merasa... lebih menyatu? Maksudku, dengan inangmu." Aku juga ingin tahu tentang pilihan Curt, tapi itu pertanyaan yang sangat pribadi. Keliru bila menanyakannya kepada orang lain selain Curt, bahkan kepada pasangannya sekalipun. Aku khawatir sudah bersikap sangat tidak sopan, tapi Kathy tertawa.

"Wah, tidak, Wanderer. Apakah belum kuceritakan kepadamu?
Hmm. Mungkin belum, karena tugasku bukanlah berbicara, melainkan mendengarkan. Sebagian besar jiwa yang kuajak bicara tidak memerlukan begitu banyak dorongan sepertimu. Tahukah kau, aku datang ke Bumi dalam salah satu penempatan pertama, ketika manusia sama sekali tak menyadari keberadaan kita disini? Aku punya tetangga manusia di kiri dan kananku. Aku dan Curt harus berpura-pura menjadi inang kami selama beberapa tahun. Setelah menduduki area di sekitarnya sekalipun, kami tak pernah tahu kapan seorang manusia ada di dekat kami. Jadi aku langsung menjadi Kathy. Lagi pula terjemahan namaku yang terdahulu panjangnya empat belas kata dan tak bisa disingkat dengan manis." Ia nyengir. Cahaya matahari yang menyusup melalui jendela mengenai matanya dan mengirimkan pantulan hijau keperakan yang menari-nari di dinding. Sejenak selaput pelangi berwarna zamrud itu berkilau aneka warna.

Aku tak pernah menyangka wanita lembut menyenangkan ini pernah jadi bagian garda depan. Perlu sejenak untuk mencerna informasi itu. Aku menatapnya, terkejut, dan tiba-tiba lebih segan padanya. Aku tak pernah menganggap serius para Penghibur--tak pernah membutuhkan mereka sebelumnya. Keberadaan para Penghibur adalah untuk mereka yang berjuang, untuk mereka yang lemah, dan aku merasa malu berada di sini. Mengetahui sejarah Kathy membuatku merasa sedikit lebih tidak canggung bersamanya. Ia memahami kekuatan.

"Apakah itu mengganggumu?" tanyaku. "Berpura-pura menjadi salah satu dari mereka?"
"Tidak, tidak terlalu. Kau tahu, kita harus banyak membiasakan diri dengan inang manusia. Ada banyak sekali hal baru. Indra yang berkelimpahan. Mulanya aku hanya sanggup mengikuti pola yang sudah ada."
"Dan Curt... Kau memilih untuk tetap tinggal bersama pasangan inangmu? Setelah semua itu berakhir?"
Pertanyaan ini lebih terarah, dan Kathy langsung paham. Ia beringsut di kursi, menarik sepasang kakinya ke atas, lalu melipatnya ke bawah tubuh. Ia memandang serius ke arah titik persis di atas kepalaku ketika menjawab.
"Ya, aku memilih Curt--dan ia memilihku. Tentu saja mulanya itu peluang acak, sebuah tugas. Dan tentu saja kami menjadi akrab, karena menghabiskan begitu banyak waktu bersama-sama, dan saling mendiskusikan bahaya misi kami. Kau tahu, sebagai pemimpin universitas Curt punya banyak kontak. Dulu rumah kami merupakan fasilitas penyisipan. Kami sering mengadakan perjamuan. Para manusia memasuki pintu kami dan keluar sebagai bangsa kita. Semua harus dilakukan dengan cepat dan diam-diam--kau tahu kekerasan macam apa yang bisa dilakukan inang-inang itu dengan mudahnya. Setiap hari kami hidup dengan kesadaran kami bisa menemui ajal setiap saat. Selalu muncul kegairahan, dan sering kali ketakutan.

"Semua itu merupakan alasan yang sangat bagus mengapa aku dan Curt bisa saling terikat dan memutuskan untuk tetap bersama-sama ketika kerahasiaan tak lagi diperlukan. Dan aku bisa berbohong kepadamu, meredakan ketakutan-ketakutanmu, dengan mengatakan inilah alasannya. Tapi..." Ia menggeleng, tubuhnya tampak semakin melesak ke kursi. Matanya menatapku. "Selama beribu-ribu tahun manusia tak pernah memahami cinta. Seberapa banyak yang fisik, seberapa banyak yang berada di dalam benak? Seberapa banyak yang kebetulan, dan seberapa banyak berupa takdir? Mengapa pasangan-pasangan sempurna bubar dan pasangan-pasangan yang mustahil sanggup bertahan? Aku tidak lebih mengetahui jawabannya daripada mereka. Cinta adalah cinta. Inangku mencintai inang Curt, dan cinta itu tidak mati ketika kepemilikan benak berganti."

Kathy mengamatiku dengan cermat, dan berekasi dengan sedikit memberengut ketika aku merosot di




"Aku tahu. Cobalah. Mungkin membantu."
"Mungkinkah? Akankah membantu jika kuceritakan aku melihat wajah Jared setiap kali memejamkan mata? Dan aku terbangun dan menangis ketika dia tak ada di sana? Dan ingatan-ingatan itu begitu kuat, sehingga tak bisa kupisahkan lagi ingatan-ingatan gadis ini dengan ingatan-ingatanku sendiri?"
Mendadak aku terdiam, menggertakkan gigi.
Kathy mengeluarkan saputangan dari saku dan menawarkannya kepadaku. Ketika aku tidak bergerak, ia bangkit, menghampiriku, lalu menjatuhkan saputangan itu di pangkuanku. Ia duduk di lengan kursiku dan menunggu.








Dengan gigih aku bertahan selama setengah menit. Lalu kurenggut kain persegi kecil itu dengan marah dan kuusap mataku.
"Aku benci ini."
"Semua jiwa menangis pada tahun pertama mereka. Emosi - emosi ini begitu tak masuk akal. Ada sedikit kanak-kanak di dalam diri kita semua, tak peduli kita menghendakinya atau tidak. Dulu aku suka berurai air mata setiap kali melihat keindahan matahari terbenam. Rasa selai kacang terkadang juga membuatku menangis." Ia menepuk-nepuk puncak kepalaku, lalu menggerakan jemarinya dengan lembut menyusuri sejumput rambut yang selalu kuselipkan di balik telinga.
"Rambut yang sangat indah, sangat berkilau," ujar Kathy. "Setiap kali aku melihatmu, rambut itu semakin pendek. Mengapa kaubuat seperti itu?"





Karena sudah berurai air mata, aku tak lagi merasa harus mempertahankan martabat. Mengapa harus mengatakan bahwa rambut pendek lebih praktis, seperti yang biasa kupilih? Bagaimanapun aku datang kemari untuk membuat pengakuan dan memperoleh pertolongan. Sebaiknya kuteruskan saja.

"Itu mengganggunya. Dia lebih suka berambut panjang."
Kathy tidak terkesiap, walaupun aku setengah mengharapkan reaksi itu. Ia hebat dalam pekerjaannya. Responnya hanya sedikit lebih lambat, dan hanya sedikit kacau.
"Kau... Dia... gadis itu masih... ada?"

Kenyataan mengejutkan itu meluncur dari bibirku. "Hanya ketika dia menghendakinya. Sejarah kita membuatnya bosan.Dia kurang aktif ketika aku bekerja. Tapi dia ada di sana. Terkadang aku merasa dia sama-sama eksis sepertiku." Suaraku hanya berupa bisikan ketika aku selesai bicara.

"Wanderer!" teriak Kathy terkejut. "Mengapa tidak kauceritakan kalau separah itu? Sudah berapa lama seperti ini?"
"Semakin parah. Bukannya menghilang, dia tampaknya semakin kuat. Tapi belum seburuk kasus Penyembuh--kita pernah bicara soal Kevin, kau ingat? Gadis itu belum mengambil kendali. Mustahil. Takkan kubiarkan itu terjadi!" Nada suaraku meninggi.

"Tentu saja itu takkan terjadi," Kathy meyakinkanku. "Tentu saja tidak. Tapi jika kau begitu... tidak bahagia, seharusnya kau ceritakan lebih awal padaku. Kami perlu membawamu pada Penyembuh."

Karena emosiku begitu terganggu, perlu sejenak bagiku untuk memahami perkataannya.
"Penyembuh? Kau ingin aku menyerah?"
"Tak seorang pun menganggap pilihan itu buruk, Wanderer. Sudah dimaklumi, jika seorang inang cacat--"
"Cacat? Dia tidak cacat. Akulah yang cacat. Aku terlalu lemah untuk dunia ini!" Kututupi kepalaku dengan kedua tanganku ketika rasa malu menguasaiku. Air mata kembali menggenangi mataku.

Kathy memeluk bahuku. Aku berjuang sangat keras untuk mengontrol emosi-emosi liarku, sehingga menarik diri walaupun tindakan Kathy terasa terlalu akrab.
Tindakan itu juga mengganggu Melanie. Ia tidak suka dipeluk mahluk asing.
Tentu saja gadis ini sama eksisnya sepertiku saat ini, dan ia merasa sangat bangga ketika akhirnya aku mengagumi kekuatannya. Ia kegirangan. Selalu lebih sulit mengendalikannya ketika emosiku terganggu seperti ini.

Kucoba untuk menenangkan diri, sehingga aku mampu meletakkan gadis ini pada tempatnya.
Kau berada di tempatku. Pikiran Melanie samar tapi bisa kupahami. Sudah begitu burukkah, sehingga kini ia cukup kuat untuk bicara kepadaku kapan pun ia menghendakinya? Ini seburuk menit pertama kesadaranku dulu.
Pergi. Ini tempatku sekarang.
Takkan pernah.
Wanderer, sayang. Tidak, Kau tidak lemah, dan kita berdua tahu itu."
"Hmph."
"Dengarlah. Kau kuat. Amat sangat kuat. Bangsa kita selalu sama, tapi kau melampaui norma. Kau begitu berani, sehingga membuatku takjub. Kehidupan-kehidupanmu di masa lalu adalah buktinya."

Mungkin semua kehidupanku di masa lalu memang begitu, tapi bukan kehidupan ini. Mana kekuatanku sekarang?
"Tapi manusia lebih beragam daripada kita," lanjut Kathy. "Ada banyak macamnya, dan beberapa di antara mereka jauh lebih kuat daripada yang lain. Aku benar-benar yakin bahwa, seandainya bukan kau yang ditempatkan di dalam inang ini, Melanie akan menghancurkan jiwa itu dalam hitungan hari. Mungkin ini kebetulan, mungkin ini takdir, tapi tampaknya jiwa-jiwa terkuat bangsa kita juga disisipkan ke dalam manusia-manusia terkuat."

"Tidak terlalu mengesankan buat bangsa kita, bukan?"
Kathy mendengar implikasi di balik kata-kataku. "Gadis itu tidak menang, Wanderer. Kaulah gadis cantik di sampingku ini. Dia hanya bayangan di sudut benakmu."
"Dia bicara kepadaku, Kathy. Dia masih berpikir dengan pikiran-pikirannya sendiri. Dia masih menyimpan rahasia-rahasianya."
"Tapi dia tidak bicara mewakilimu, bukan? Aku ragu, apakah aku mampu berkata sebanyak itu seandainya berada di tempatmu."

Aku tidak menjawab. Aku merasa sangat sedih.
"Kurasa kau harus mempertimbangkan penyisipan ulang."
"Kathy, kau baru saja mengatakan gadis ini akan menghancurkan jiwa lain. Aku tidak tahu apakah aku mempercayai hal itu--mungkin kau hanya mencoba melakukan pekerjaanmu dan menghiburku. Tapi kalau dia memang begitu kuat, tidaklah adil untuk menyerahkannya kepada yang lain, hanya karena aku tidak bisa menundukkannya. SIapa yang akan kaupilih untuk menggunakan tubuhnya"
"Aku tidak mengucapkan perkataan itu untuk menghiburmu, sayang."
"Lalu apa--"
"Kurasa inang ini tidak akan dipertimbangkan untuk dipakai kembali."
"Oh!"

Perasaan ngeri menjalari tulang punggungku. Dan bukan hanya aku yang terkejut mendengar gagasan itu.
Aku langsung merasa mual. Aku bukan pengecut. Selama peredaran-peredaran panjang mengelilingi matahari-matahari planet terakhirku dulu--dunia See Weed, begitulah mereka dikenal di sini--aku sabar menunggu. Walaupun kepermanenan karena tertanam mulai menjemukanku jauh di luar perkiraan, walaupun kehidupan See Weed akan diukur dalam hitungan abad di planet ini, aku belum pernah meloncati masa kehidupan inangku. Itu perbuatan sia-sia, keliru, tidak tahu berterima kasih. Itu menghina esensi terdalam keberadaan kami sebagai jiwa. Kami menjadikan dunia kami lebih baik; itu keharusan, atau kami tak patut tinggal di sana.

Tapi kami tidak menyia-nyiakan dunia kami. Kami benar-benar menjadikan segalanya lebih baik, lebih damai, dan indah. Dan manusia memang kejam dan tak bisa diatur. mereka terlalu sering saling membunuh, sehingga pembunuhan diterima sebagai bagian kehidupan. Berbagai siksaan yang mereka rancang selama beberapa milenium keberadaan mereka tak tertahankan bagiku; aku bahkan tak sanggup membaca ulasan-ulasan resmi menjemukan tentang dunia ini. Perang pernah berkecamuk di hampir semua benua. Pembunuhan direstui, diperintahkan, dan mengerikan efektifnya. Mereka yang tinggal di negara-negara damai memalingkan wajah ketika para anggota spesies mereka sendiri kelaparan di ambang pintu mereka. Tidak ada kesetaraan dalam pendistribusian sumber-sumber alam yang berkelimpahan. Tapi yang paling menjijikan adalah, anak-anak mereka--generasi berikutnya, yang oleh bangsaku nyaris dipuja karena sangat menjanjikan--sering kali jadi korban kejahatan keji. Dan bukan hanya di tangan orang-orang asing, tapi di tangan orang-orang yang diberi kepercayaan untuk merawat mereka. Bahkan bulatan besar planet telah diletakkan dalam keadaan bahaya, karena kesalahan-kesalahan serakah dan ceroboh mereka. Tak ada yang bisa membandingkan keadaan dulu dengan sekarang, tanpa mengakui  Bumi menjadi tempat yang lebih baik berkat kehadiran kami.

Kau membunuh seluruh spesies, lalu memuji diri sendiri.
Tanganku mengepal.
Aku bisa membuat dirimu dibuang, pikirku mengingatkan.
Silakan. Resmikan pembunuhanku.
Aku hanya menggertak, begitu juga Melanie.
Oh, gadis ini mengira dirinya ingin mati. Bagaimanapun, ia telah melemparkan diri ke terowongan lift. Tapi itu terjadi di tengah kepanikan dan kekalahan. Lain sekali masalahnya jika mempertimbangkan hal itu dengan tenang di kursi yang nyaman. Aku bisa merasakan adrenalin Melanie--adrenalin yang muncul karena ketakutannya--menjalari tungkai-tungkaiku ketika aku mempertimbangkan untuk pindah ke tubuh yang lebih patuh.

Akan menyenangkan untuk kembali sendirian, dan memiliki benakku untukku sendiri. Dunia ini sangat nyaman dengan begitu banyak hal baru, dan akan menyenangkan jika aku bisa menghargainya tanpa gangguan-gangguan dari nonentitas pemarah dan salah tempat yang seharusnya lebih berpikiran waras dan tidak tetap tinggal tanpa diinginkan seperti ini.

Di dalam ceruk - ceruk benakku, Melanie bergidik ketika aku mencoba mempertimbangkan pilihan itu secara rasional. Mungkin aku harus menyerah.....

Kata-kata itu sendiri membuatku tersentak. Aku, Wanderer, menyerah? Kalah? Mengakui kegagalan dan mencoba lagi dengan inang lemah penakut yang tak bisa memberiku masalah apa pun?

 Aku menggeleng. Aku nyaris tak sanggup memikirkannya.
Dan... ini adalah tubuhku. Aku sudah terbiasa merasakannya. Aku menyukai cara otot-ototnya bergerak di atas tulang-tulang, tekukan sendi-sendi, dan tarikan urat-uratnya. Aku mengenal pantulanku di cermin. Kulit kecokelatan terbakar matahari, tulang-tulang wajah tinggi dan tajam, rambut pendek sehalus sutra berwarna cokelat kemerahan, mata cokelat muda kehijauan pekat. Ini adalah diriku.

Aku menginginkan diriku. Takkan kubiarkan milikku dihancurkan.

---



0 comments:

Post a Comment

Jual Nugget dan Sosis Sayur

Jual Nugget dan Sosis Sayur
Pemesanan via email : lwati111@gmail.com

The Host - Bab 5

Tak Terhibur

"Halo, Wanderer! Silakan duduk dan anggaplah seperti rumahmu sendiri!"
Aku bimbang di ambang pintu kanto Penghibur, satu kaki di dalam, satu lagi di luar.

Ia tersenyum, hanya gerakan kecil di sudut bibir. Kini jauh lebih mudah bagiku membaca ekspresi wajah; sentakan dan geseran kecil otot sudah kukenal akibat pengalaman berbulan-bulan. Aku bisa melihat Penghibur menganggap keenggananku sedikit menggelikan. Aku juga bisa merasakan perasaan frustasinya karena aku masih enggan datang kepadanya.

Dengan desah pelan kepasrahan, aku berjalan memasuki ruangan kecil berwarna cerah itu dan duduk di tempatku yang biasa--kursi merah empuk terjauh dari tempat duduknya.

Bibir Penghibur mengerut.
Untuk menghindari pandangannya kutatap jendela yang terbuka, kupandangi awan-awan yang bergegas melintasi matahari. Bau asin samar-samar air laut tertiup pelan ke dalam ruangan.

"Wah, Wanderer, sudah agak lama kau tidak datang berkunjung."

Kutatap matanya dengan perasaan bersalah. "Sebenarnya aku meninggalkan satu pesan soal janji temu terakhir itu. Aku sedang menangani seorang mahasiswa yang menyita sebagian waktuku..."

"Ya, aku tahu." Ia kembali tersenyum kecil. "Pesanmu kuterima."

Sebagai perempuan berumur, Penghibur tampak menarik untuk ukuran manusia. Ia membiarkan rambutnya tetap kelabu alami. Rambutnya lembut, warnanya cenderung putih daripada keperakan, dan ia memanjangkannya, mengikatnya membentuk ekor kuda longgar. Matanya berwarna hijau menarik yang belum pernah kujumpai pada siapa pun.

"Maaf," kataku, karena kelihatannya ia menunggu jawaban.
"Tidak apa-apa. Aku mengerti. Sulit bagimu untuk datang kemari. Kau sangat berharap tak perlu datang. Kau belum pernah perlu melakukannya. Ini menakutkanmu."

Aku menunduk menatap lantai kayu. "Ya, Penghibur."
"Rasanya aku sudah memintamu untuk memanggilku Kathy."
"Ya... Kathy."

Ia tertawa kecil. "Kau belum nyaman dengan nama-nama manusia, bukan?"
"Ya. Sejujurnya, tampaknya itu... seperti menyerah."

Aku mendongak dan melihatnya mengangguk pelan. "Well, aku bisa mengerti mengapa kau, terutama, akan merasa seperti itu."
Aku menelan ludah keras-keras ketika ia mengatakan hal itu, dan kembali menatap lantai.
"Ayo, bicara sebentar mengenai hal yang lebih mudah," saran Kathy. "Kau tetap menikmati Panggilan-mu?"
"Ya." Ini memang lebih mudah. "Aku sudah memulai semester baru. Aku bertanya-tanya apakah bakal membosankan mengulangi materi yang sama. Tapi sejauh ini hal itu tidak terjadi. Punya telinga baru membuat cerita - cerita itu jadi baru kembali."

"Aku mendengar hal-hal baik tentangmu dari Curt. Katanya kelasmu salah satu yang paling diminati di universitas."
Pipiku sedikit menghangat mendengar pujian ini. "Senang mendengarnya. Bagaimana kabar pasanganmu?"
"Curt baik-baik saja. Terima kasih. Inang kami berada dalam kondisi prima untuk usia mereka. Kurasa kami masih akan hidup lama."

Aku penasaran, apakah Penghibur akan tetap tinggal di dunia ini, apakah ia akan pindah ke inang manusia lain ketika saatnya tiba, atau apakah ia akan pergi. Tapi aku tidak ingin melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bisa membawa kami ke area-area pembahasan yang lebih sulit.

"Aku suka mengajar," kataku. "Itu sedikit berhubungan dengan Panggilan-ku ketika menjadi See Weed, sehingga lebih memudahkan daripada pekerjaan yang tak kukenal. Aku berutang budi pada Curt karena telah menawariku pekerjaan."
"Mereka beruntung mendapatkanmu." Kathy tersenyum hangat.
"Tahukah kau, betapa langkanya kehadiran seorang Profesor Sejarah yang pernah hidup di dua planet di dalam kurikulum itu? Tapi kau pernah tinggal selama satu masa di dalam hampir semua planet. Juga The Origin! Tak ada sekolah di planet ini yang tidak ingin menculikmu dari kita. Curt merencanakan banyak hal agar kau tetap sibuk sehingga tidak punya waktu untuk memikirkan pindah.

"Profesor Kehormatan," ujarku membetulkan.
Kathy tersenyum, lalu menghela napas panjang. Senyumnya lenyap. "Kau sudah lama tidak menjumpaiku. Aku bertanya-tanya, apakah semua masalahmu sudah terpecahkan sendiri. Tapi kamudian terpikir olehku, mungkin alasan ketidakhadiranmu adalah karena masalah-masalah itu semakin buruk."

Aku menunduk menatap kedua tanganku dan diam saja.
Tanganku berwarna cokelat muda--dan warna itu tak pernah memudar, tak peduli aku menghabiskan waktu di bawah matahari atau tidak. Satu bintik gelap menodai kulitku persis di atas pergelangan tangan kiri. Kuku-kukuku dipotong pendek. Aku tak suka berkuku panjang. "Tidak menyenangkan jika tak sengaja menggores kulit. Lagi pula jemariku sangat pangjang dan kurus--tambahan kuku panjang membuatnya kelihatan aneh. Bahkan untuk ukuran manusia.

Setelah satu menit Kathy berdehem, "Kurasa intuisiku benar."
"Kathy." Kusebut namanya perlahan-lahan. Mengulur waktu.
"Mengapa kau mempertahankan nama manusiamu? Apakah itu membuatmu merasa... lebih menyatu? Maksudku, dengan inangmu." Aku juga ingin tahu tentang pilihan Curt, tapi itu pertanyaan yang sangat pribadi. Keliru bila menanyakannya kepada orang lain selain Curt, bahkan kepada pasangannya sekalipun. Aku khawatir sudah bersikap sangat tidak sopan, tapi Kathy tertawa.

"Wah, tidak, Wanderer. Apakah belum kuceritakan kepadamu?
Hmm. Mungkin belum, karena tugasku bukanlah berbicara, melainkan mendengarkan. Sebagian besar jiwa yang kuajak bicara tidak memerlukan begitu banyak dorongan sepertimu. Tahukah kau, aku datang ke Bumi dalam salah satu penempatan pertama, ketika manusia sama sekali tak menyadari keberadaan kita disini? Aku punya tetangga manusia di kiri dan kananku. Aku dan Curt harus berpura-pura menjadi inang kami selama beberapa tahun. Setelah menduduki area di sekitarnya sekalipun, kami tak pernah tahu kapan seorang manusia ada di dekat kami. Jadi aku langsung menjadi Kathy. Lagi pula terjemahan namaku yang terdahulu panjangnya empat belas kata dan tak bisa disingkat dengan manis." Ia nyengir. Cahaya matahari yang menyusup melalui jendela mengenai matanya dan mengirimkan pantulan hijau keperakan yang menari-nari di dinding. Sejenak selaput pelangi berwarna zamrud itu berkilau aneka warna.

Aku tak pernah menyangka wanita lembut menyenangkan ini pernah jadi bagian garda depan. Perlu sejenak untuk mencerna informasi itu. Aku menatapnya, terkejut, dan tiba-tiba lebih segan padanya. Aku tak pernah menganggap serius para Penghibur--tak pernah membutuhkan mereka sebelumnya. Keberadaan para Penghibur adalah untuk mereka yang berjuang, untuk mereka yang lemah, dan aku merasa malu berada di sini. Mengetahui sejarah Kathy membuatku merasa sedikit lebih tidak canggung bersamanya. Ia memahami kekuatan.

"Apakah itu mengganggumu?" tanyaku. "Berpura-pura menjadi salah satu dari mereka?"
"Tidak, tidak terlalu. Kau tahu, kita harus banyak membiasakan diri dengan inang manusia. Ada banyak sekali hal baru. Indra yang berkelimpahan. Mulanya aku hanya sanggup mengikuti pola yang sudah ada."
"Dan Curt... Kau memilih untuk tetap tinggal bersama pasangan inangmu? Setelah semua itu berakhir?"
Pertanyaan ini lebih terarah, dan Kathy langsung paham. Ia beringsut di kursi, menarik sepasang kakinya ke atas, lalu melipatnya ke bawah tubuh. Ia memandang serius ke arah titik persis di atas kepalaku ketika menjawab.
"Ya, aku memilih Curt--dan ia memilihku. Tentu saja mulanya itu peluang acak, sebuah tugas. Dan tentu saja kami menjadi akrab, karena menghabiskan begitu banyak waktu bersama-sama, dan saling mendiskusikan bahaya misi kami. Kau tahu, sebagai pemimpin universitas Curt punya banyak kontak. Dulu rumah kami merupakan fasilitas penyisipan. Kami sering mengadakan perjamuan. Para manusia memasuki pintu kami dan keluar sebagai bangsa kita. Semua harus dilakukan dengan cepat dan diam-diam--kau tahu kekerasan macam apa yang bisa dilakukan inang-inang itu dengan mudahnya. Setiap hari kami hidup dengan kesadaran kami bisa menemui ajal setiap saat. Selalu muncul kegairahan, dan sering kali ketakutan.

"Semua itu merupakan alasan yang sangat bagus mengapa aku dan Curt bisa saling terikat dan memutuskan untuk tetap bersama-sama ketika kerahasiaan tak lagi diperlukan. Dan aku bisa berbohong kepadamu, meredakan ketakutan-ketakutanmu, dengan mengatakan inilah alasannya. Tapi..." Ia menggeleng, tubuhnya tampak semakin melesak ke kursi. Matanya menatapku. "Selama beribu-ribu tahun manusia tak pernah memahami cinta. Seberapa banyak yang fisik, seberapa banyak yang berada di dalam benak? Seberapa banyak yang kebetulan, dan seberapa banyak berupa takdir? Mengapa pasangan-pasangan sempurna bubar dan pasangan-pasangan yang mustahil sanggup bertahan? Aku tidak lebih mengetahui jawabannya daripada mereka. Cinta adalah cinta. Inangku mencintai inang Curt, dan cinta itu tidak mati ketika kepemilikan benak berganti."

Kathy mengamatiku dengan cermat, dan berekasi dengan sedikit memberengut ketika aku merosot di




"Aku tahu. Cobalah. Mungkin membantu."
"Mungkinkah? Akankah membantu jika kuceritakan aku melihat wajah Jared setiap kali memejamkan mata? Dan aku terbangun dan menangis ketika dia tak ada di sana? Dan ingatan-ingatan itu begitu kuat, sehingga tak bisa kupisahkan lagi ingatan-ingatan gadis ini dengan ingatan-ingatanku sendiri?"
Mendadak aku terdiam, menggertakkan gigi.
Kathy mengeluarkan saputangan dari saku dan menawarkannya kepadaku. Ketika aku tidak bergerak, ia bangkit, menghampiriku, lalu menjatuhkan saputangan itu di pangkuanku. Ia duduk di lengan kursiku dan menunggu.








Dengan gigih aku bertahan selama setengah menit. Lalu kurenggut kain persegi kecil itu dengan marah dan kuusap mataku.
"Aku benci ini."
"Semua jiwa menangis pada tahun pertama mereka. Emosi - emosi ini begitu tak masuk akal. Ada sedikit kanak-kanak di dalam diri kita semua, tak peduli kita menghendakinya atau tidak. Dulu aku suka berurai air mata setiap kali melihat keindahan matahari terbenam. Rasa selai kacang terkadang juga membuatku menangis." Ia menepuk-nepuk puncak kepalaku, lalu menggerakan jemarinya dengan lembut menyusuri sejumput rambut yang selalu kuselipkan di balik telinga.
"Rambut yang sangat indah, sangat berkilau," ujar Kathy. "Setiap kali aku melihatmu, rambut itu semakin pendek. Mengapa kaubuat seperti itu?"





Karena sudah berurai air mata, aku tak lagi merasa harus mempertahankan martabat. Mengapa harus mengatakan bahwa rambut pendek lebih praktis, seperti yang biasa kupilih? Bagaimanapun aku datang kemari untuk membuat pengakuan dan memperoleh pertolongan. Sebaiknya kuteruskan saja.

"Itu mengganggunya. Dia lebih suka berambut panjang."
Kathy tidak terkesiap, walaupun aku setengah mengharapkan reaksi itu. Ia hebat dalam pekerjaannya. Responnya hanya sedikit lebih lambat, dan hanya sedikit kacau.
"Kau... Dia... gadis itu masih... ada?"

Kenyataan mengejutkan itu meluncur dari bibirku. "Hanya ketika dia menghendakinya. Sejarah kita membuatnya bosan.Dia kurang aktif ketika aku bekerja. Tapi dia ada di sana. Terkadang aku merasa dia sama-sama eksis sepertiku." Suaraku hanya berupa bisikan ketika aku selesai bicara.

"Wanderer!" teriak Kathy terkejut. "Mengapa tidak kauceritakan kalau separah itu? Sudah berapa lama seperti ini?"
"Semakin parah. Bukannya menghilang, dia tampaknya semakin kuat. Tapi belum seburuk kasus Penyembuh--kita pernah bicara soal Kevin, kau ingat? Gadis itu belum mengambil kendali. Mustahil. Takkan kubiarkan itu terjadi!" Nada suaraku meninggi.

"Tentu saja itu takkan terjadi," Kathy meyakinkanku. "Tentu saja tidak. Tapi jika kau begitu... tidak bahagia, seharusnya kau ceritakan lebih awal padaku. Kami perlu membawamu pada Penyembuh."

Karena emosiku begitu terganggu, perlu sejenak bagiku untuk memahami perkataannya.
"Penyembuh? Kau ingin aku menyerah?"
"Tak seorang pun menganggap pilihan itu buruk, Wanderer. Sudah dimaklumi, jika seorang inang cacat--"
"Cacat? Dia tidak cacat. Akulah yang cacat. Aku terlalu lemah untuk dunia ini!" Kututupi kepalaku dengan kedua tanganku ketika rasa malu menguasaiku. Air mata kembali menggenangi mataku.

Kathy memeluk bahuku. Aku berjuang sangat keras untuk mengontrol emosi-emosi liarku, sehingga menarik diri walaupun tindakan Kathy terasa terlalu akrab.
Tindakan itu juga mengganggu Melanie. Ia tidak suka dipeluk mahluk asing.
Tentu saja gadis ini sama eksisnya sepertiku saat ini, dan ia merasa sangat bangga ketika akhirnya aku mengagumi kekuatannya. Ia kegirangan. Selalu lebih sulit mengendalikannya ketika emosiku terganggu seperti ini.

Kucoba untuk menenangkan diri, sehingga aku mampu meletakkan gadis ini pada tempatnya.
Kau berada di tempatku. Pikiran Melanie samar tapi bisa kupahami. Sudah begitu burukkah, sehingga kini ia cukup kuat untuk bicara kepadaku kapan pun ia menghendakinya? Ini seburuk menit pertama kesadaranku dulu.
Pergi. Ini tempatku sekarang.
Takkan pernah.
Wanderer, sayang. Tidak, Kau tidak lemah, dan kita berdua tahu itu."
"Hmph."
"Dengarlah. Kau kuat. Amat sangat kuat. Bangsa kita selalu sama, tapi kau melampaui norma. Kau begitu berani, sehingga membuatku takjub. Kehidupan-kehidupanmu di masa lalu adalah buktinya."

Mungkin semua kehidupanku di masa lalu memang begitu, tapi bukan kehidupan ini. Mana kekuatanku sekarang?
"Tapi manusia lebih beragam daripada kita," lanjut Kathy. "Ada banyak macamnya, dan beberapa di antara mereka jauh lebih kuat daripada yang lain. Aku benar-benar yakin bahwa, seandainya bukan kau yang ditempatkan di dalam inang ini, Melanie akan menghancurkan jiwa itu dalam hitungan hari. Mungkin ini kebetulan, mungkin ini takdir, tapi tampaknya jiwa-jiwa terkuat bangsa kita juga disisipkan ke dalam manusia-manusia terkuat."

"Tidak terlalu mengesankan buat bangsa kita, bukan?"
Kathy mendengar implikasi di balik kata-kataku. "Gadis itu tidak menang, Wanderer. Kaulah gadis cantik di sampingku ini. Dia hanya bayangan di sudut benakmu."
"Dia bicara kepadaku, Kathy. Dia masih berpikir dengan pikiran-pikirannya sendiri. Dia masih menyimpan rahasia-rahasianya."
"Tapi dia tidak bicara mewakilimu, bukan? Aku ragu, apakah aku mampu berkata sebanyak itu seandainya berada di tempatmu."

Aku tidak menjawab. Aku merasa sangat sedih.
"Kurasa kau harus mempertimbangkan penyisipan ulang."
"Kathy, kau baru saja mengatakan gadis ini akan menghancurkan jiwa lain. Aku tidak tahu apakah aku mempercayai hal itu--mungkin kau hanya mencoba melakukan pekerjaanmu dan menghiburku. Tapi kalau dia memang begitu kuat, tidaklah adil untuk menyerahkannya kepada yang lain, hanya karena aku tidak bisa menundukkannya. SIapa yang akan kaupilih untuk menggunakan tubuhnya"
"Aku tidak mengucapkan perkataan itu untuk menghiburmu, sayang."
"Lalu apa--"
"Kurasa inang ini tidak akan dipertimbangkan untuk dipakai kembali."
"Oh!"

Perasaan ngeri menjalari tulang punggungku. Dan bukan hanya aku yang terkejut mendengar gagasan itu.
Aku langsung merasa mual. Aku bukan pengecut. Selama peredaran-peredaran panjang mengelilingi matahari-matahari planet terakhirku dulu--dunia See Weed, begitulah mereka dikenal di sini--aku sabar menunggu. Walaupun kepermanenan karena tertanam mulai menjemukanku jauh di luar perkiraan, walaupun kehidupan See Weed akan diukur dalam hitungan abad di planet ini, aku belum pernah meloncati masa kehidupan inangku. Itu perbuatan sia-sia, keliru, tidak tahu berterima kasih. Itu menghina esensi terdalam keberadaan kami sebagai jiwa. Kami menjadikan dunia kami lebih baik; itu keharusan, atau kami tak patut tinggal di sana.

Tapi kami tidak menyia-nyiakan dunia kami. Kami benar-benar menjadikan segalanya lebih baik, lebih damai, dan indah. Dan manusia memang kejam dan tak bisa diatur. mereka terlalu sering saling membunuh, sehingga pembunuhan diterima sebagai bagian kehidupan. Berbagai siksaan yang mereka rancang selama beberapa milenium keberadaan mereka tak tertahankan bagiku; aku bahkan tak sanggup membaca ulasan-ulasan resmi menjemukan tentang dunia ini. Perang pernah berkecamuk di hampir semua benua. Pembunuhan direstui, diperintahkan, dan mengerikan efektifnya. Mereka yang tinggal di negara-negara damai memalingkan wajah ketika para anggota spesies mereka sendiri kelaparan di ambang pintu mereka. Tidak ada kesetaraan dalam pendistribusian sumber-sumber alam yang berkelimpahan. Tapi yang paling menjijikan adalah, anak-anak mereka--generasi berikutnya, yang oleh bangsaku nyaris dipuja karena sangat menjanjikan--sering kali jadi korban kejahatan keji. Dan bukan hanya di tangan orang-orang asing, tapi di tangan orang-orang yang diberi kepercayaan untuk merawat mereka. Bahkan bulatan besar planet telah diletakkan dalam keadaan bahaya, karena kesalahan-kesalahan serakah dan ceroboh mereka. Tak ada yang bisa membandingkan keadaan dulu dengan sekarang, tanpa mengakui  Bumi menjadi tempat yang lebih baik berkat kehadiran kami.

Kau membunuh seluruh spesies, lalu memuji diri sendiri.
Tanganku mengepal.
Aku bisa membuat dirimu dibuang, pikirku mengingatkan.
Silakan. Resmikan pembunuhanku.
Aku hanya menggertak, begitu juga Melanie.
Oh, gadis ini mengira dirinya ingin mati. Bagaimanapun, ia telah melemparkan diri ke terowongan lift. Tapi itu terjadi di tengah kepanikan dan kekalahan. Lain sekali masalahnya jika mempertimbangkan hal itu dengan tenang di kursi yang nyaman. Aku bisa merasakan adrenalin Melanie--adrenalin yang muncul karena ketakutannya--menjalari tungkai-tungkaiku ketika aku mempertimbangkan untuk pindah ke tubuh yang lebih patuh.

Akan menyenangkan untuk kembali sendirian, dan memiliki benakku untukku sendiri. Dunia ini sangat nyaman dengan begitu banyak hal baru, dan akan menyenangkan jika aku bisa menghargainya tanpa gangguan-gangguan dari nonentitas pemarah dan salah tempat yang seharusnya lebih berpikiran waras dan tidak tetap tinggal tanpa diinginkan seperti ini.

Di dalam ceruk - ceruk benakku, Melanie bergidik ketika aku mencoba mempertimbangkan pilihan itu secara rasional. Mungkin aku harus menyerah.....

Kata-kata itu sendiri membuatku tersentak. Aku, Wanderer, menyerah? Kalah? Mengakui kegagalan dan mencoba lagi dengan inang lemah penakut yang tak bisa memberiku masalah apa pun?

 Aku menggeleng. Aku nyaris tak sanggup memikirkannya.
Dan... ini adalah tubuhku. Aku sudah terbiasa merasakannya. Aku menyukai cara otot-ototnya bergerak di atas tulang-tulang, tekukan sendi-sendi, dan tarikan urat-uratnya. Aku mengenal pantulanku di cermin. Kulit kecokelatan terbakar matahari, tulang-tulang wajah tinggi dan tajam, rambut pendek sehalus sutra berwarna cokelat kemerahan, mata cokelat muda kehijauan pekat. Ini adalah diriku.

Aku menginginkan diriku. Takkan kubiarkan milikku dihancurkan.

---



0 comments on "The Host - Bab 5"

Post a Comment